Saturday, September 25, 2010

Sebuah “Pertunjukan Musik Klasik”

Sebuah “Pertunjukan Musik Klasik”Jarang sekali sebuah pementasan diberi tajuk “Pertunjukan Musik Klasik”, sebuah judul yang terkesan tidak jelas sama sekali. Namun nyatanya alih-alih sebuah pertunjukan yang membosankan, pertunjukan ini adalah sebuah pementasan yang mengundang decak kagum

Adalah Jakarta Chamber Orchestra bersama dengan Avip Priatna yang tampil pada Sabtu malam ini di Usmar Ismail Hall, Kuningan. Juga yang menjadi sorotan malam ini adalah Esther Apituley dengan biola altonya dan juga para pemain dari Amsterdam Viola Quartet.

Dengan format orkes gesek, JCO membawakan karya-karya dari dalam dan luar negeri dari berbagai zaman. Dibuka dengan 2 Concerti Grossi dari Handel dan Telemann, keduanya arsitek musik asal Jerman abad 17. Lalu selanjutnya Suita dari komposer dalam negeri Haryo Suyoto dan ditutup dengan Elegie dari Vieuxtemps. Esther Apituley pun tampil sebagai solois pada Concerto Grosso Telemann dan Elegie.

Babak kedua, JCO dan Avip mengeksplorasi karya Suite for Strings dari Rutter dan karya yang cukup ternama dari Barber, Adagio for Strings. di babak kedua ini juga tampil Amsterdam Viola Quartet yang terkadang juga diiringi orkestra. Dimulai dari karya Onno Krijn 3 1/2 Souvenirs, kuartet ini akhirnya bersama JCO membawakan Concert in C oleh Terry Riley sebuah karya minimalis yang apabila diperhatikan lebih jauh sarat warna pentatonis dan terkadang kerumitan ritmis khas karawitan.

Esther Apituley sebagai pemusik handal yang besar di Belanda membawakan karya dengan begitu hidup. Warna permainan biola altonya sangat terasa dalam dan responsif, yang kemudian menjadi stimulan orkestra untuk bermain lebih jujur dan terbuka di sepanjang karya.

Amsterdam Viola Quartet diawaki Apituley, Grapperhaus, Honingh dan Van der Tak – semuanya memainkan biola alto – juga terasa begitu intim, kompak dan dekat. Berlapis panorama suara ditimbulkan dengan begitu transparan dan jelas, terlebih ketika diiringi suara dansa tap dari Peter Kuit sebagai fondasi ritmis. Di sini musik menjadi inspirasi sebuah tarian di mana tarian ini sendiri menjadi bagian dari fondasi ritmis musik, berbeda dari kebanyakan tarian lainnya.
Sebuah “Pertunjukan Musik Klasik”Jakarta Chamber Orchestra di bawah pimpinan Avip Priatna juga cukup bersih dalam mengeksekusi hampir seluruh permainan. Stabilitas suara begitu terjaga dan didukung oleh petunjuk dan arahan Avip yang jelas, mengarahkan interpretasi karya menjadi lebih spontan. Warna Barok begitu terasa, sembari didukung artikulasi yang tepat, begitu juga dengan karya Rutter dengan semangat pastorale yang menenangkan.

Hanya saja, karakter liris yang cenderung berisi khas jaman romantik akhir belum begitu terasa perbedaannya. Karakter yang sendu dalam Elegie maupun Adagio Barber seakan masih terasa agak hambar, agak kontras dengan karya-karya lainnya yang sudah dengan baik disampaikan oleh JCO.

Namun secara umum konser ini sungguh layak untuk disaksikan. Menarik dan tentunya mengajak pendengarnya untuk terlibat dalam proses mendengarkan. Sebuah suguhan yang manis dari JCO, Avip, Esther dan Amsterdan Viola Quartet dan bukan hanya sekedar “Pertunjukan Musik Klasik”.

Sebuah “Pertunjukan Musik Klasik”
Related Posts with Thumbnails